Total energi yang dilepaskan oleh gempa besar yang terjadi Jumat pekan lalu di Sendai Jepang setara dengan ledakan 6,7 triliun ton bom TNT, atau sekitar seribu kali kekuatan seluruh senjata nuklir yang ada di bumi bila digabungkan.
Total energi yang dilepaskan oleh gempa besar yang terjadi Jumat pekan lalu di Sendai Jepang setara dengan ledakan 6,7 triliun ton bom TNT, atau sekitar seribu kali kekuatan seluruh senjata nuklir yang ada di bumi bila digabungkan.
Seperti halnya gempa New Zealand yang belum lama ini terjadi, gempa 8,8 Skala Richter Chile tahun lalu, serta gempa Aceh 9,1 Skala Richter Aceh pada 2004, bencana yang terjadi di Jepang adalah hasil dari gaya geologis raksasa yang bekerja di sepanjang cincin api Pasifik (Pacific Ring of Fire) yang juga melewati sebagian besar wilayah Indonesia.
Seperti dilansir oleh situs DailyMail, dalam gempa kali ini lempeng Pasifik menghujam lempeng Filipina di zona subduksi, sehingga terjadi gempa 9 Skala Richter dengan episentrum yang terletak di sekitar 12,8 km dari Fukushima, di kedalaman 9,6 km.
Jepang sendiri merupakan negara tempat bertemunya beberapa lempeng, yakni lempeng Pasifik, lempeng Filipina, lempeng Amerika Utara, dan lempeng Eurasia. Tak heran bila kemudian Jepang sudah begitu akrab dengan gempa.
Pada Oktober 2004, sebuah gempa dengan magnitudo 6,8 menghantam daerah Niigata di Utara Japan, merenggut 65 jiwa dan 3.000 korban luka-luka. Itu merupakan gempa paling mematikan sejak gempa Kobe 1995 dengan magnitudo 7,3 yang mengambil lebih dari 6.400 nyawa.
Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa Jepang adalah salah satu negara yang paling siap menghadapi bencana gempa. Sebab, di Jepang, gempa telah menjadi salah satu kurikulum bagi anak-anak sekolah, dan bangunan-bangunan di sana menerapkan standar yang ketat untuk menghadapi gempa.
Yang perlu diingat, gempa bumi besar tak hanya merenggut banyak nyawa dan kerusakan bangunan semata, tapi juga bencana yang lebih hebat, yakni tsunami yang bisa merenggut korban nyawa lebih besar lagi.
Dalam hal ini, gempa Sendai membangkitkan tsunami setinggi 10 meter dengan kecepatan sekitar 800 km per jam. Oleh karenanya korban jiwa di Jepang diperkirakan lebih dari 10 ribu orang.
Seorang geolog dari University of Edinburgh, Profesor Ian Main, mengatakan masih beruntung karena musibah ini terjadi di lokasi yang relatif lebih jauh dari daerah padat lain di Jepang.
Sumber :
teknologi.vivanews.com
Seperti halnya gempa New Zealand yang belum lama ini terjadi, gempa 8,8 Skala Richter Chile tahun lalu, serta gempa Aceh 9,1 Skala Richter Aceh pada 2004, bencana yang terjadi di Jepang adalah hasil dari gaya geologis raksasa yang bekerja di sepanjang cincin api Pasifik (Pacific Ring of Fire) yang juga melewati sebagian besar wilayah Indonesia.
Seperti dilansir oleh situs DailyMail, dalam gempa kali ini lempeng Pasifik menghujam lempeng Filipina di zona subduksi, sehingga terjadi gempa 9 Skala Richter dengan episentrum yang terletak di sekitar 12,8 km dari Fukushima, di kedalaman 9,6 km.
Jepang sendiri merupakan negara tempat bertemunya beberapa lempeng, yakni lempeng Pasifik, lempeng Filipina, lempeng Amerika Utara, dan lempeng Eurasia. Tak heran bila kemudian Jepang sudah begitu akrab dengan gempa.
Pada Oktober 2004, sebuah gempa dengan magnitudo 6,8 menghantam daerah Niigata di Utara Japan, merenggut 65 jiwa dan 3.000 korban luka-luka. Itu merupakan gempa paling mematikan sejak gempa Kobe 1995 dengan magnitudo 7,3 yang mengambil lebih dari 6.400 nyawa.
Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa Jepang adalah salah satu negara yang paling siap menghadapi bencana gempa. Sebab, di Jepang, gempa telah menjadi salah satu kurikulum bagi anak-anak sekolah, dan bangunan-bangunan di sana menerapkan standar yang ketat untuk menghadapi gempa.
Yang perlu diingat, gempa bumi besar tak hanya merenggut banyak nyawa dan kerusakan bangunan semata, tapi juga bencana yang lebih hebat, yakni tsunami yang bisa merenggut korban nyawa lebih besar lagi.
Dalam hal ini, gempa Sendai membangkitkan tsunami setinggi 10 meter dengan kecepatan sekitar 800 km per jam. Oleh karenanya korban jiwa di Jepang diperkirakan lebih dari 10 ribu orang.
Seorang geolog dari University of Edinburgh, Profesor Ian Main, mengatakan masih beruntung karena musibah ini terjadi di lokasi yang relatif lebih jauh dari daerah padat lain di Jepang.
Sumber :
teknologi.vivanews.com